Tuesday, 12 July 2016

REVOLUSI HIJAU



Masalah  Hama dan Keamanan Pangan
( Prof. DR. Ir. M. Sarjan, 1 Juni 2016)
Hama adalah makhluk hidup yang menjadi pesaing, perusak, penyebar penyakit, dan pengganggu semua sumber daya yang dibutuhkan manusia. Definisi hama bersifat relatif dan sangat antroposentrik berdasarkan pada estetika, ekonomi, dan kesejahteraan pribadi yang dibentuk oleh bias budaya dan pengalaman pribadi.
Kategori serangga hama didasarkan pada sumber daya yang dipengaruhinya. Tiga kategori umum hama serangga adalah hama estetika, hama kesehatan, serta hama pertanian dan kehutanan. Hama estetika mengganggu suasana keindahan, kenyamanan, dan kenikmatan manusia. Hama kesehatan menimbulkan dampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia berupa luka, ketidaknyamanan, stress, sakit, pingsan, dan bahkan kematian. Sekitar 50% dari seluruh jenis serangga penghuni bumi merupakan serangga herbivora yang dapat merusak tanaman pertanian dan kehutanan secara langsung atau pun tidak langsung. Betapa besar kerugian akibat serangan serangga hama (sekitar  27%) yang perlu diselamatkan atau ditekan melalui upaya pengendalian dan pengelolaan yang intensif. Keberadaan serangga hama dipertanaman sejak mulai dari benih, bibit, tanaman muda, tanaman dewasa, bunga, buah sampai pasca panen dengan berbagai spesies yang sangat beragam pada setiap fase pertumbuhan tanaman.   Oleh karena itu selama proses produksi sampai saat ini petani selalu melakukan upaya pengendalian dengan berbagai teknik, terutama masih mengandalkan insektisida kimia sebagai senjata pamungkas.  Dalam pelaksanaannya perlindungan tanaman dari OPT masih menitik beratkan pada pencapaian hasil secara kuantitatif, tanpa mempertimbangkan atau masih sedikit yang memperhatikan aspek kualitas hasil, misalnya dengan mempertimbangkan kandungan residu pestisida pada produk pertanian.
Hal ini dibuktikan sejak saat terjadunya revolusi hijau sampai sekarang, apalagi ditambah dengan kurangnya perhatian dan pemahaman konsumen terhadap bahaya mengkonsumsi produk yang tercemar pestisida.

Dipicu oleh keberhasilan revolusi hijau secara global, dalam upaya mencapai swasembada pangan, pada tahun 1970-an hingga awal 1990 pemerintah Indonesia juga telah menggulirkan revolusi hijau. Melalui program intensifikasi pertanian dengan bertumpu pada penggunaan pupuk dan pestisida sintetik kimia, program swasembada pangan tersebut dapat tercapai. Akan tetapi dampak negatif dari program tersebut saat ini sudah kita rasakan, yaitu dengan semakin kurusnya lahan pertanian, hama dan penyakit tanaman menjadi resisten, ketergantungan terhadap sarana produksi kimia yang begitu besar serta semakin tingginya residu pestisida yang berbahaya dalam pangan yang kita konsumsi.


Pengertian Revolusi Hijau
Adalah usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan.
Mengubah dari pertanian yang tadinya menggunakan teknologi tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju atau modern.

Revolusi Hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960).

Revolusi Hijau menekankan pada SEREALIA: padi, jagung, gandum, dan lain-lain, (Serealia adalah tanaman biji-bijian)

Revolusi Hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting yaitu:
1. Penyediaan air melalui sistem irigasi,
2. Pemakaian pupuk kimia secara optimal,
3. Penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu,
4. Penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.

Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadilah peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu.

Revolusi Hijau di Indonesia
Di negara kita  Indonesia, Revolusi Industri diterapkan dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian.

Ekstensifikasi dengan perluasan areal.
Terbatasnya areal, menyebabkan pengembangan lebih banyak pada intensifikasi.

Intensifikasi dilakukan melalui Panca Usaha Tani, (Lima Usaha Tani)
1. Teknik pengolahan lahan pertanian
2. Pengaturan irigasi
3. Pemupukan
4. Pemberantasan hama
5. Penggunaan bibit unggul

Dampak Revolusi Hijau
Hasil dari suatu metode tentunya mempunyai dampak positif dan negatif, begitu juga dengan Revolusi Hijau berikut ini merupakan dampak positif dan negatif dari Revolusi Hijau

Dampak Positif Revolusi Hijau
Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat.
Salah satu contohnya bagi bangsa Indonesia sendiri adalah Indonesia yang tadinya pengimpor beras menjadi mampu swasembada beras.


Dampak Negatif Revolusi Hijau antara lain :

1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak
    diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.

2. Penurunan keanekaragaman hayati.
3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
4. Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.

Revolusi Hijau juga mendapatkan kritik dari pihak-pihak yang mempunyai kesadaran akan kelestarian lingkungan karena telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah.
Oleh mereka yang mendukung revolusi industri, mereka menyebutkan bahwa kerusakan tersebut bukan karena revolusi industri tapi karena akses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan.

Revolusi Hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah.
Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan.
Selain kritik tersebut di atas masih ada kritik lain lagi yitu Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di wilayah Afrika.

Begitulah..!

No comments:

Post a Comment