Manfaatkan Lahan Gambut untuk Tanaman Industri
Biasanya, irigasi dilakukan pada tanah mineral dengan
kepadatan tanah yang normal.
Namun ternyata, irigasi juga dapat dilakukan pada lahan
gambut dengan memperhatikan beberapa hal.
Penanganan lahan gambut perlu perhatian khusus karena
karakteristiknya yang unik.
Sifat gambut terutama kaitannya dengan kemampuannya
menyimpan air dan juga mengalirkan air sangat berbeda dengan tanah mineral,
lahan gambut terbentuk dari bahan organik yang sangat poros, sehingga kemampuan
menyimpan air sangat rendah.
Demikian pula kemampuan mengalirkan airnya sangat tinggi
sehingga air sulit disimpan di lahan gambut.
Air juga menjadi sulit diserap oleh akar tanaman.
Jika lahan gambut mengalami kekeringan sedikit saja,
otomatis tanaman akan sulit mengambil air itu.
Kebanyakan lahan gambut ada di lahan basah yang banyak
airnya.
Namun yang menjadi masalah jika lahan tersebut digunakan
untuk pertanian.
Karena terlalu banyak air, maka harus dicarikan solusi
bagaimana mengurangi air melalui kegiatan drainase atau pengurangan air dengan
mempertimbangkan apakah tanaman itu masih mampu menyerap air.
Hal paling penting adalah masalah cuaca, hujan, dan musim.
Itu harus menjadi perhatian penting dalam memanfaatkan lahan gambut untuk
pertanian.
Harus tahu persis kondisi cuaca yang tepat, tidak banyak air
dan juga tidak kekurangan air.
Irigasi atau drainase itu harus disesuaikan dengan kondisi
iklim.
Sebab, inti irigasi adalah mengkondisikan agar kelembaban
tanah berada pada kisaran yang optimum bagi pertumbuhan tanaman.
Kita tahu, kalau kadar air tanah itu berkisar antara
kapasitas lapang dan titik layu permanen itulah kondisi kelembaban tanah yang
optimum.
Setiap lahan gambut, memiliki kelembaban yang berbeda-beda.
Maka yang terpenting ketika akan melakukan irigasi di lahan
gambut adalah harus mengetahui kondisi fisik dan hidrolika tanah gambut.
Persoalan ini adalah persoalan sangat dasar yang harus
diketahui.
Lahan gambut juga sangat dipengaruhi oleh pasang surut.
Pasang surut adalah naik turunnnya permukaan air laut.
Kemampuan mengetahui pengaruh pasang surut terhadap muka air
tanah gambut itu menjadi penting karena hal itu tidak bisa diprediksi.
Pasang surut dalam satu hari itu bisa terjadi dalam beberapa
kali, maka dari itu pengukuran terhadap pasang surut harus dilakukan secara
intensif.
Tidak hanya dilakukan per hari, minimal tiap jam agar lebih
intensif sehingga jauh lebih baik.
Di sinilah peranan instrumentasi sangat penting.
Karena lahan gambut itu banyak sekali digenangi oleh air,
bukan berarti lahan gambut cocok untuk tanaman padi mengingat lahan pertanian
di pulau Jawa yang semakin sempit.
Memang padi lebih cocok untuk lahan gambut, mengingat lahan
gambut sangat luas bentangannya dan selalu digenangi oleh air.
Akan tetapi cara-cara tradisional tidak bisa diterapkan di
dalam menangani padi di lahan gambut ini.
Harus dibarengi dengan teknologi..
Jika tidak, maka keuntungan finansial tidak akan didapatkan.
Mengingat lahan gambut dan tanaman padi memerlukan perhatian
yang ekstra intensif, serta berkeinginan mendapatkan keuntungan secara
finansial besar dan minim perawatan, maka tanaman industrilah yang cocok di
lahan gambut.
Contohnya tanaman kelapa sawit, hutan tanaman industri,
akasia, dan sebagainya. “Tanaman industri tersebut memiliki nilai tambah yang
jauh lebih tinggi karena aktivitas budidayanya tidak seintensif padi.
Produksi tanaman pada lahan basah
Pendekatan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi tanaman pada lahan basah?
Tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan media tempat
tumbuhnya.
Secara konvensional, media tempat tumbuh tanaman adalah
lahan yang dapat berupa kering dan basah.
Umumnya lahan kering dapat menyediakan segala kebutuhan
tanam lebih baik dibanding lahan basah.
Pada lahan kering, unsur hara dan oksigen yang dibutuhkan
tanaman tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di lahan kering.
Demikian pula, air juga cukup tersedia di lahan kering, asal
ada cukup hujan atau diberi pengairan secukupnya.
Sebaliknya, pada lahan basah, ketiga unsur tersebut (unsur
hara, oksigen, dan air) kurang tersedia.
Apa yang dimaksud dengan lahan basah..?
Lahan basah diambil dari istilah Inggris wetland, yang
menurut Kamus Merriam-Webster (2012) berarti lahan atau areal seperti rawa atau
paya yang kadang-kadang tergenang oleh air yang dangkal atau yang mempunyai
tanah yang dipenuhi air.
Menurut Ramsar (2012) lahan basah dalam pasal 1.1 dari
Konvensi Ramsar menetapkan bahwa lahan basah adalah daerah paya, rawa, lahan
gambut atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau sementara, dengan
air yang diam atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk daerah perairan
laut dengan kedalaman pada saat surut tidak melebihi enam meter.
Lahan basah, apalagi pada saat tergenang air, memiliki
kondisi tanahnya yang tidak ideal bagi tanaman.
Pada lahan basah, tanah memiliki unsur yang tidak
proporsional.
Tanah yang ideal memiliki bagian padat, bagian cair, dan
bagian udara yang berimbang.
Pada lahan basah hanya tinggal bagian padat dan bagian
cairnya saja, karena bagian udaranya telah diisi oleh air.
Pori makro hilang sekaligus mengusir udara (O2) yang
diperlukan oleh tanaman untuk respirasi, dari dalam tanah.
Ironisnya, air yang berlebihan yang terdapat dalam tanah
justru tidak dapat dipakai oleh tanaman karena akar tidak mampu menyerap air
secara aktif.
Tanpa O2 (hipoksia), sel-sel akar tidak dapat bertahan hidup
lama, hingga akhirnya mati.
Sel-sel akar yang sekarat atau bahkan mati itu, terutama
sel-sel xylemnya tidak dapat melakukan penyerapan air secara aktif sehingga air
tidak terserap dan terangkut ke bagian atas tanaman.
Kondisi terbatasnya O2 secara dramatis akan mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan, dan keberadaan tanaman.
Bagaimana dengan unsur hara di lahan basah.?
Keberadaan air yang sangat banyak di dalam tanah memiliki
pengaruh buruk terhadap kondisi unsur hara, baik bentuknya maupun
ketersediaannya secara fisik.
Beberapa unsur hara mengalami perubahan bentuk, seperti
unsur nitrogen, berganti bentuk dari NO3+ menjadi NH4-.
Perubahan bentuk ini menyebabkan tanaman umumnya tidak dapat
menyerapnya, kecuali hanya beberapa tanaman saja yang bisa, seperti padi.
Demikian pula secara fisik, air yang terlalu banyak di
permukaan tanah dapat menyebabkan terjadinya pencucian unsur hara dari top
soil.
Pencucian ini menyebabkan berkurangnya konsentrasi unsur
hara sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan produksi
tanaman yang tumbuh di atasnya.Untuk lebih rinci mengenai keadaan unsur hara
pada lahan basah.
Dari hasil penelitian beberapa orang ahli menunjukkan bahwa lahan basah memiliki banyak masalah.
Berikut adalah masalah-masalahnya :
Pertama adalah pH.
Pada saat basah, pH tanahnya netral, yaitu 6,4, tetapi
menjadi ektrim sangat asam, yaitu 3,5 ketika kering.
Berikutnya adalah N total juga rendah.
Kandungan kation dasar seperti Ca, Mg, K, dan Na juga
rendah.
Sebaliknya, kation asam seperti Al dan H tinggi.
Rasio Ca:Mg berada di bawah ambang batas optimum di mana
rasio optimum itu 3:1 ampai 4:1 untuk kebanyakan tanaman. Rasio Mg:K di atas
1,2 di mana di bawahnya bisa menyebabkan hasil tanaman seperti jagung dan
kedelai bisa berkurang.
Kapasitas tukar kation juga rendah, yaitu di bawah 20
cmol/kg. Persen kejenuhan basa juga rendah, yaitu < 38, yang menunjukkan
bahwa tanah kurang subur.
Jumlah Al-dd dan Al jenuh juga tinggi, di atas 60%.
Nilai daya hantar listrik di atas nilai kritis 2 dsm-1,
sementara persen Na-dd kurang dari 0,15.
P tersedia juga rendah, yakni < 10 ppm dan rasio
Fe2O3/liat bebas < 0,15.
Setelah melihat permasalahan lahan basah secara umum, maka
beberapa skenario dapat dibuat.
Skenario ini dapat dijalan secara sendiri atau bersama-sama.
Skenario yang pertama adalah mengurangi air dan menambah tanah.
Karena masalah pada lahan basah adalah adanya air yang
berlebihan, maka solusinya tentulah menguranginya dari lahan tersebut.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, di antaranya
melakukan penimbunan seluruh lahan dengan tanah agar permukaan tanah lebih
tinggi dari permukaan air.
Cara ini praktis dan cepat karena begitu lahan selesai
ditimbun dengan tanah, maka lahan tersebut segera dapat ditanami dengan
tanaman, sebagaimana layaknya lahan kering.
Namun, cara ini memiliki dampak buruk terhadap ekosistem
lahan basah tersebut.
Penimbunan lahan basah dapat mengganggu keseimbangan air dan
berikutnya dapat mengganggu reproduksi ikan dan organisme perairan lainnya yang
hidup di daerah itu.
Cara lain yang lebih moderat adalah menambah permukaan tanah
di sebagian lahan saja. Tanah ditimbun di bagian tertentu, yaitu hanya pada
tempat tegaknya tanaman saja.
Dengan demikian, bagian lahan yang lain tetap basah
sebagaimana biasanya.
Cara ini cocok untuk tanaman keras yang jarak tanamnya
relatif renggang, tetapi kurang cocok untuk tanaman semusim yang jarak tanamnya
sempit.
Namun dari sudut pandang kelestarian lingkungan, cara ini
lebih aman dibanding cara menimbun areal seluruhnya karena cara ini relatif
tidak terlalu mengganggu keseimbangan air sebagaimana cara timbun seluruh
areal.
Ekosistem perairannya relatif tetap terjaga.
Cara lain yang sering dilakukan adalah membuat saluran
drainase untuk membuang atau mengalirkan air yang berlebihan ke daerah lain.
Dengan drainase yang baik, lahan basah dapat diubah menjadi
lahan kering.
Namun demikian, hilangnya air dari lahan tidak serta merta
menghilangkan masalah pada lahan basah.
Tanah yang tiba-tiba kering pada lahan basah mempunyai pH
tanah yang sangat ekstrim rendah.
Keasaman yang ekstrim ini memiliki banyak konsekuensi kimia
yang buruk terhadap ketersediaan unsur hara.
pH rendah apalagi ekstrim rendah akan menurunkan
ketersediaan unsur hara makro P dan K serta unsur hara mikro seperti Mn, Fe,
Cu, Zn, dan B.
Oleh karena itu, pembuatan saluran drainase harus juga
diiringi dengan pembuatan saluran irigasi agar tanah yang kering dapat segera
diberi air.
Pendekatan lain adalah memilih tanaman yang cocok di tanam
di lahan basah.
Kendati hanya sedikit jumlahnya, tetapi ada tanaman tertentu
yang dapat bertumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan basah.
Misalnya Padi.
Padi sebenarnya bukan tanaman air tetapi padi dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik di lahan yang tergenang air.
Banyak varietas padi telah dikembangkan dengan spesifikasi
yang beragam pula.
Ada yang cocok untuk lahan kering, yang sering disebut
varietas padi gogo, ada yang cocok untuk lahan basah yang permanen tergenang
air, dan ada pula yang cocok untuk lahan kering-basah.
Pilihan lain adalah menanam tanaman lain selain padi,
seperti tanaman hutan untuk kayu, buah-buahan, dan hias dan obat-obatan.
Teratai misalnya merupakan tanaman lahan basah yang
potensial karena seluruh bagian tanaman teratai dapat digunakan sebagai obat.
Pilihan lain, beberapa jenis tumbuhan yang dapat hidup
dengan baik di lahan basah seperti bald cypress, tupelo, sweet-gum, oak, pecan,
dan nuts.
Alternatif lain yang sangat menjanjikan adalah melakukan
budi daya tumpang sari, yaitu melakukan beragam aktivitas pertanian
(multikultur) pada waktu dan tempat yang sama sekaligus.
Misalnya mina padi, sambil menanam padi, petani juga menabur
benih ikan di lahan basah tersebut.
Sistem tanam tumpang sari mempunyai banyak keuntungan yang
tidak dimiliki pada pola tanam monokultur.
Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari antara lain:
1. Akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja,
pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari).
2. Populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki.
3. Dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu
komoditas.
4. Tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu
jenis tanaman yang diusahakan gagal.
5. Kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan
beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat
menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya
lahan dalam hal ini kesuburan tanah.
Dari uraian di atas, maka produksi lahan basah dapat
ditingkatkan dengan beberapa pendekatan, antara lain dengan reklamasi fisik
berupa penimbunan lahan dengan tanah mineral, seluruhnya atau sebagian.
Opsi lain adalah membuat drainase atau membuang air dari
lahan basah dengan catatan harus diikuti oleh perlakuan lain seperti
mempertahankan bahan organik yang cukup, memberikan kapur, menambah pupuk
organik dan anorganik.
Ketiga, pilihan berikutnya adalah membudidayakan tanaman
yang sesuai dengan kondisi lahan basah, seperti padi dan teratai.
Terakhir tapi bukan terpaksa adalah melakukan budidaya
tumpang sari, seperti mina padi, yaitu menanam padi sembari memelihara ikan.
Semoga Bermanfaat..
No comments:
Post a Comment