Penyuluhan Pertanian didefinisikan sebagai sistem pendidikan
non formal (luar sekolah) untuk petani dan keluarganya.
Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa :
1. Petani dan keluarganya merupakan sasaran didik atau obyek
penyuluhan pertanian.
2. Obyek penyuluhan pertanian hanya terbatas pada petani dan
keluarganya.
Terhadap pemahaman seperti itu, seiring dengan kemajuan
teknologi informasi dan pergeseran paradigma pembangunan pertanian, nampaknya
sudah saatnya dilakukan telaahan ulang,
Pertama, proses pendidikan (belajar mengajar) yang
berlangsung dalam kegiatan penyuluhan pertanian seharusnya merupakan proses
“Pendidikan Orang Dewasa” (adult education/andragogie) yang berlangsung secara
horizontal/lateral, berbeda dengan paedagogie yang prosesnya berlangsung
vertikal.
Dalam “pendidikan orang dewasa”, keberhasilan pendidikan
tidak diukur dari seberapa banyak terjadi transfer ilmu (Pengetahuan, Sikap dan
Ketrampilan) melainkan diukur dari sebarapa jauh terjadi dialog antara peserta
didik dengan fasilitatornya.
Karena itu, pemahaman penyuluhan pertanian yang menempatkan
petani dan keluarganya sebagai obyek penyuluhan, sudah tidak tepat lagi.
Disamping itu, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi
yang memungkinkan petani memperoleh informasi/inovasi dari banyak pihak selain
penyuluh, kenyataan menunjukkan bahwa dalam banyak kasus, posisi penyuluh tidak
selalu “di atas” sebagai pihak yang “lebih tahu”, lebih pintar atau lebih
berkuasa.
Sejak 20 tahun terakhir, terutama di wilayah yang telah
“maju” dan “terbuka”, hubungan penyuluh dan petani dalam proses penyuluhan
telah bergeser dari hubungan “guru dengan murid” menjadi hubungan dua pihak
yang sejajar, saling berbagi pengalaman, dalam kegiatan belajar bersama.
Kedua, kelambanan penyuluhan pertanian seringkali tidak
disebabkan oleh perilaku kelompok “akar rumput” (grass roots), tetapi justru
lebih banyak ditentukan oleh perilaku, kebijakan dan komitmen “lapis atas”
untuk benar-benar membantu/melayani (masyarakat) petani agar mereka lebih
sejahtera.
Di samping itu, keberhasilan penyuluhan pertanian tidak
hanya tergantung pada efektivitas komunikasi antara penyuluh dan petani beserta
keluarganya, tetapi sering lebih ditentukan oleh perilaku/kegiatan stakeholders
pertanian yang lain, seperti: produsen sarana produksi, penyalur kredit
usaha-tani, peneliti, akademisi, aktivis LSM, dll yang selain sebagai agent of
development sekaligus juga turut menikmati manfaat kegiatan penyuluhan
pertanian.
Berkaitan dengan kenyataan ini, Departemen Pertanian telah
melakukan revisi ter-hadap definisi penyuluhan pertanian dengan menyebutkan
bahwa penyuluhan pertanian tidak hanya terbatas diperuntuk-kan bagi petani dan
keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat pertanian yang lain.
Berbicara tentang sasaran atau obyek penyuluhan pertanian,
Mardikanto telah menggantinya dengan istilah penerima manfaat (beneficiaries)
yang terdiri dari :
1. Sasaran utama, yang terdiri dari petani dan keluarganya.
2. Sasaran penentu, yang terdiri dari: aparat birokrasi pemerintah yang memegang otoritas
penentu kebijakan pembangunan dan penyuluhan pertanian.
3. Sasaran-pendukung yang terdiri dari: pelaku bisnis pertanian (produsen sarana dan
peralatan produksi, penyedia kredit usahatani, pedagang/penyalur sarana dan peralatan
pertanian, pengolah dan pemasar produk perta-nian), peneliti, aktivis organisasi profesi,
LSM, media masa, pers, budayawan, dll.
Terkait dengan telaahan ulang terhadap sasaran penyuluhan
pertanian di atas, akan membawa implikasi yang luas terhadap :
1. Penghayatan setiap insan penyuluh terhadap pendekatan,
strategi, dan metoda penyuluhan yang partisipatip, yang membawa konsekuensi
terhadap perubahan perilaku penyuluh (baik yang berstatus pegawai negeri,
aktivis LSM, pedagang/karyawan produsen sarana produksi dan peralatan
pertanian, serta petugas penyalur kredit usahatani) untuk lebih menghargai
petani sebagai mitra kerja dan bukannya terus menerus menempatkannya sebagai
obyek kegiatan/bisnis mereka.
2. Perubahan kegiatan penyuluhan pertanian yang tidak lagi
diarahkan terpusat kepada petani dan keluarganya, tetapi juga terhadap
masyarakat pertanian yang lain sebagai stakeholders pembangunan pertanian.
Dalam banyak kasus, kegiatan penyuluhan bagi para penentu
kebijakan pembangunan dan penyuluhan pertanian yang selama ini tidak pernah
disentuh karena dinilai sebagai pemegang otoritas yang “selalu benar”, terasa
lebih penting untuk dikembangkan.
3. Pentingnya beragam bentuk kegiatan penyuluhan pertanian
yang tidak hanya ditujukan bagi petani dan keluarganya, seperti: pertemuan
ilmiah dengan kalangan akademisi di perguruan tinggi, sekolah lapang bersama
para peneliti, temu usaha dengan para pelaku bisnis pertanian, pameran dan
demonstrasi (cara dan hasil).
Semoga Bermanfaat..
No comments:
Post a Comment