Tanah merupakan salah satu komponen lahan yang mempunyai
peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi tanaman, karena tanah
selain berfungsi sebagai media tumbuh tanaman juga berperan dalam menyediakan
unsur hara yang diperlukan tanaman untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Status
kesuburan tanah merupakan indikator awal yang ingin diketahui petani untuk
menilai apakah tanah garapannya termasuk subur atau tidak.
Status kesuburan tanah ini menjadi tolak ukur awal bagaimana
mengetahui keunggulan dan kelemahan tanah garapan. Indikator sederhana yang
digunakan untuk mengetahui status kesuburan tanah ini adalah dengan mengukur
nilai potensial redoks (Eh), kemasaman tanah (pH), dan konduktivitas listrik
(EC) tanah. Status Eh, pH dan EC tanah mempengaruhi sifat perilaku unsur hara
dalam tanah. Sehingga ketiga indikator ini menjadi komponen dalam pengukuran
status hara secara cepat di lapangan.
Potensial redoks (Eh) merupakan indeks yang menyatakan
kuantitas elektron dalam suatu sistem. Oksidasi-reduksi merupakan reaksi
pemindahan elektron dari donor elektron kepada aseptor elektron. Donor elektron
akan teroksidasi karena pelepasan elektron, sedangkan aseptor elektron akan
terduksi karena penambahan elektron. Proses ini berlangsung secara simultan,
sehingga sering disebut sebagai reaksi redoks. Potenisial redoks juga
dipengaruhi oleh aktivitas mikro organisme, dimana menurut Yoshida (1978),
aktivitas mikro organisme tidak hanya mempengaruhi proses transformasi
senyawa-senyawa organik dan anorganik, tetapi juga mempengaruhi kemasaman dan
potensial redoks tanah.
Kemasaman Tanah (pH)
pH-tanah
Skala pengukuran pH menunjukkan tingkat kemasaman dan
kebasaan. Larutan tanah tidak sepenuhnya memiliki pH “netral”, dimana
konsentrasi H+ tidak sepenuhnya nol, karena air memiliki sedikit ion-ion
bermuatan. Kemasaman tanah ditunjukkan dalam reaksi :
H2O ↔ H+ + OH-
Reaksi tanah atau kemasaman tanah, dengan simbol pH,
merupakan logaritma negatif kepekatan ion-ion H+ dalam gram per liter. Bila
kepekatan ion H+ dinyatakan sebagai CH+, maka pH = -log10CH+. Pada kepekatan H+
larutan 10-2 (1/100) gram ion per liter, nilai pH = log10 10-2 (1/100) = 2. Air
murni tidak masam ataupun alkalin mengandung ion H+ dan OH- sama. Dalam larutan
netral CH+ = COH+10-7; pH = 7.0. Kelebihan H+ menandai tingkat kemasaman dan
OH- tingkat kealkalian. Dalam larutan air murni, kepekatan ion H+ dan OH-
adalah 10-14. Sebagai contoh COH- = 10-5, maka CH+ = 10-14/ 10-5 = 10-9 dan pH
= 9. Tanah-tanah di daerah basah dengan drainase baik cenderung bersifat masam
dan pH rendah. Tanah-tanah tegalan berdrainase baik biasanya bersifat lebih
masam daripada di dataran atau lembah karena pencucian basa-basa lebih intensif.
Troeh dan Thompson (2005) menyampaikan bahwa pH tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk lima faktor pembentuk tanah ditambah
musim tanam, pola tanam, contoh tanah horizon, kadar air data waktu pengambilan
contoh tanah dan cara penentuan pH. Vegetasi mempengaruhi pH tanah secara
kompleks karena vegetasi menghasilkan bahan organik dan mempengaruhi pencucian.
Bahan organik yang terdekomposisi akan menghasilkan asam
organik yang meningkatkan kapasitas tukar kation, namun menurunkan kejenuhan
basa dan pH. Basa-basa yang dihasilkan dari bahan organik dan dari pelapukan
mineral tanah akan diserap oleh akar dan kombinasi dasar kation lainnya akan
melepaskan ion H+ dari akar sehingga menurunkan pH di daerah perakaran.
Proses pencucian dapat pula menurunkan tingkat kemasaman
tanah yang dipengaruhi oleh pertumbuhan tanah dan iklim. Akar-akar tanaman yang
telah tumbuh besar akan meningkatkan porositas tanah dan dengan adanya curah
hujan yang tinggi akan mempercepat proses pencucian. Proses pencucian terjadi
dengan adanya basa-basa dalam tanah yang hilang sehingga menurunkan pH tanah.
Konduktivitas Listrik (EC)
Konduktivitas listrik (EC) digunakan untuk mengetahui
tingkat kegaraman yang ada dalam tanah. Konduktivitas Listrik (EC), adalah
fenomena aliran listrik berasal dari muatan partikel (ion, koloid) yang
membentuk kekuatan medan listrik. Komponen padatan dan cairan tanah, yang
terdiri dari senyawa dan unsur mengandung ion (kation, anion) bermuatan positif
(+) dan negatif (-); saat terjadi aliran listrik dari + ke – melalui media
cair, akan muncul daya medan listrik yang berpengaruh terhadap mobilitas
ion/koloid yang merupakan sumber unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.
Umumnya, tingkat kegaraman dalam tanah yang tinggi terjadi
pada tanah dalam wilayah arid dan seminaris, dimana curah hujan tahunan lebih
rendah daripada tingkat evapotranspirasi. Selain pada lahan arid dan semiarid,
praktek pengelolaan lahan dengan sistem irigasi juga memicu terjadinya
peningkatan kadar garam dalam tanah.
Bohn, McNeal dan O’Connor (2001) menjelaskan bahwa terdapat
tiga sumberdaya alam yang mempengaruhi kadar salinitas tanah, yaitu pelapukan
bahan mineral, curah hujan dan garam-garam dari fosil, selain itu aktivitas
manusia yang menambahkan garam melalui irigasi dan limbah industri di daerah
salin juga berkontribusi terhadap kadar salinitas tanah.
Sumber garam dalam tanah paling besar berasal dari batuan
yang tersingkap dan kerak bumi, dimana garam telah dilepaskan selama proses
pelapukan kimiawi dan fisik. Pada daerah humid, larutan garam dalam profil
tanah dibawa ke lapisan tanah bawah melalui proses perkolasi air hujan dan
dialirkan ke lautan. Pada daerah arid, pencucian terjadi secara lokal. Garam
cenderung menumpuk karena tingkat curah hujan yang rendah, laju evaporasi dan
transpirasi tanaman tinggi.
Ion yang dilepaskan ke dalam larutan tanah melalui pelapukan
mineral, atau berasal dari intrusi air permukaan atau air tanah saline,
cenderung menumpuk dalam mineral sekunder yang terbentuk sebagai tanah kering.
Mineral sekunder ini meliputi mineral liat, karbonat dan sulfat, dan klorida.
Karena Na, K, Ca, dan Mg relatif mudah dibawa ke dalam larutan baik sebagai
kation dapat ditukar dari smektit dan ilit, atau sebagai kation struktural
terlarut dari karbonat, sulfat, dan klorida, menyebabkan kation berkontribusi
paling besar terhadap salinitas tanah.
Karakteristik tingkat keragaman yang berpengaruh terhadap
kualitas tanah ditunjukkan dengan nilai ESP (exchangeable sodium percentage)
dan SAR (sodium adsorption ratio). Konsentrasi larutan sodium dalam berat isi
larutan harus diukur dan dipisahkan dari total Jumlah sodium yang diekstrak
untuk mendapatkan nilai sodium dapat ditukar (Na-dd). Soil Science Society of
America (1973) mengelompokkan kadar garam yang berpengaruh terhadap kualitas
tanah ke dalam 4 kelas, yaitu tanah normal, tanah salin, tanah sodik, dan tanah
salin-sodik.
Semoga bermanfaat...
Semoga bermanfaat...
No comments:
Post a Comment