Friday, 4 November 2016

PERANAN BAKTERI DALAM TEKNOLOGI BIOGAS


     Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).
Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas.
Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti kotoran dan air kencing hewan ternak seperti babi dan sapi yang cocok untuk sistem biogas sederhana.

     Di samping itu, pada daerah yang banyak terdapat industri pemrosesan makanan seperti tahu, tempe, ikan pindang dan brem, saluran limbahnya bisa disatukan ke dalam sistem biogas sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.
Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik yang homogen.

     Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas.
Di samping itu, faktor-faktor lainnya seperti temperatur digester atau ruangan tertutup kedap udara, pH, tekanan udara serta kelembaban udara turut berpengaruh.
Salah satu cara untuk menentukan bahan organik yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.

Adapun proses pembuatan biogas adalah sebagai berikut :

     Bahan organik dimasukkan ke dalam digester, sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang selanjutnya akan menghasilkan gas yang disebut biogas.
Biogas yang telah terkumpul di dalam digester lalu dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tangki penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya, misalnya kompor.

Komposisi gas yang terdapat di dalam biogas adalah :
  • Methana (CH4) sebesar 40-70%
  • Karbondioksida (CO2) sebesar 30-60%
  • Sedikit hidrogen (H2)
  • Hidrogen sulfida (H2S).

     Keuntungan lain yang diperoleh dari proses pembuatan biogas adalah lumpur yang dapat digunakan sebagai pupuk.
Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti cara penggunaan gas lainnya yang mudah terbakar.

      Pembakaran biogas dilakukan dengan mencampurnya dengan oksigen (O2).
Meski demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal perlu dilakukan proses pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung beberapa gas lain yang tidak menguntungkan.


Proses Biogas

     Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berkembang pesat dalam dasawarsa terakhir.
Teknologi pembuatan biogas memanfaatkan kotoran organik, baik itu kotoran hewan maupun sampah sayuran dan tumbuhan dengan memanfaatkan bakteri anaerobik yang terdapat dalam kotoran tersebut untuk proses fermentasi yang menghasilkan semacam gas yang mengandung.
Sampai tahun 1997 negara yang paling, maju dalam aplikasi teknologi ini adalah India.

Keuntungan teknologi ini dibanding sumber energi alternatif yang lain adalah :

1. Menghasilkan gas yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Kotoran yang telah digunakan untuk menghasilkan gas dapat digunakan sebagal pupuk organik yang sangat baik.

2. Dapat mengurangi kadar bakteri patogen yang terdapat dalam kotoran yang dapat menyebabkan penyakit bila kotoran hewan atau sampah tersebut ditimbun begitu saja.

3. Yang paling utama yaitu :
Bisa mengurangi permasalahan penanggulangan sampah
atau kotoran hewan menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Bagaimana Biogas terbentuk..?

     Biogas dihasilkan apabila bahan bahan organik terdegradasi senyawa-senyawa pembentuknya dalam keadaan tanpa oksgen atau biasa disebut kondisi anaerobik.

     Dekomposisi anaerobik ini biasa terjadi secara alami di tanah yang basah, seperti dasar danau, dan di dalam tanah pada kedalaman tertentu.
Proses dekomposisi lini dilakukan oleh bakteri bakteri dan mikroorganisme yang hidup di dalam tanah.

Dekomposisi anaerobik dapat menghasilkan gas yang mengandung sedikitnya 60% metan.
Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas dengan nilai heating value sebesar 39 MJ/m3 kotoran.

Biogas dapat dihasilkan dari dekomposisi sampah organik seperti sampah pasar, daun daunan, dan kotoran hewan yang berasal dari sapi, babi, kambing, kuda, atau yang lainnya, bahkan kotoran manusia sekalipun.

Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda tergantung dari jenis hewan yang menghasilkannya.

Proses dekomposisi anaerobik pada dasarnya adalah proses yang terdiri atas dua tahap, yaitu :

1. Proses Asidifikasi (proses pengasaman)
Proses asidifikasi teradi karena kehadiran bakteri pembentuk asam yang disebut dengan bakteri asetogenik.
Bakteri ini akan memecah struktur organik kompleks menjadi asam asam volatil (struktur kecil).
Protein dipecah menjadi asam asrn amino.
Karbohidrat dipecah menjadi gula dengan struktur yang sederhana.
Lemak dipecah menjadi asam yang berantai panjang.
Hasil dari pemecahan ini akan dipecah lebih jauh menjadi asam asarn volaid.
Bakteri asetogenik juga dapat melepaskan gas hidrogen dan gas karbondioksida.

2. Proses Produksi Metan
Bakteri pembentuk metan (bakteri metanogenik) menggunakan asam yang terbentuk darl proses asidifikasi.
Selain itu juga terdapat bakteri yang dapat membentuk gas metan dari gas hidrogen dan karbondioksida yang dihasilkan dari proses pertama.

Menuai Biogas dari Limbah

     BIOGAS atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya lagi.
Pendeknya, segala jenis bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan biogas.

Pembuatan dan Penggunaan Biogas
     Sebagai energi seperti layaknya energi dari kayu bakar, minyak tanah, gas, dan sebagainya sudah dikenal sejak lama, terutama di kalangan petani Inggris, Rusia dan Amerika Serikat.
Sedangkan di Benua Asia, tercatat negara India sejak masih dijajah Inggris sebagai pelopor dan pengguna energi biogas yang sangat luas, bahkan sudah disatukan dengan WC biasa.

     Di Indonesia, pembuatan dan penggunaan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970-an, terutama karena bertujuan memanfaatkan buangan atau sisa yang berlimpah dari benda yang tidak bermanfaat menjadi yang bermanfaat, serta mencari sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah.

     Berdasarkan bahan-bahan untuk membuat biogas, cara dan lingkungan untuk menghasilkannya, sebenarnya biogas dapat dihasilkan di manapun.
Pembuatan biogas bisa dalam bentuk yang sederhana (untuk kepentingan rumah-tangga terbatas) ataupun dalam bentuk yang sedang atau besar (untuk kepentingan bersama beberapa rumah atau lebih).
Juga menyangkut tempat atau bejana untuk membuatnya.

Secara sederhana dari drum bekas yang masih kuat atau sengaja dibuat dalam bentuk bejana dari tembok atau bahan-bahan lainnya.
Untuk sekadar memberikan gambaran, berikut ini akan diuraikan beberapa catatan yang berhubungan dengan pembuatan dan penggunaan biogas yang dapat dilakukan di lingkungan pedesaan, baik secara mandiri (perorangan) ataupun bersama-sama dengan tetangga, bahkan dalam bentuk usaha sekalipun.

Gas Metan*
     Sisa atau buangan senyawa organik yang berasal dari tanaman ataupun hewan secara alami akan berurai, baik akibat pengaruh lingkungan fisik (seperti panas matahari), lingkungan kimia (seperti dengan adanya senyawa lain) atau yang paling umum dengan adanya jasad renik yang disebut mikroba, baik bakteri ataupun jamur.

Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut, maka akan terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta salah satu di antaranya berbentuk CH4 atau Gas Metan.

Gas Metan yang bergabung dengan CO2 atau gas karbondioksida yang kemudian disebut biogas dengan perbandingan 65 : 35.
Seperti sampah atau jerami yang diproses menjadi kompos memerlukan persyaratan dasar tertentu, demikian pula dalam proses pengubahan sampah atau buangan menjadi biogas, memerlukan persyaratan tertentu yang menyangkut :

1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan.
Hal ini menyangkut nilai atau bandingan antara unsur C (karbon) dengan unsur N (nitrogen) yang secara umum dikenal dengan nama rasio C/N.

Perubahan senyawa organik dari sampah atau kotoran kandang menjadi CH4 (gas metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N antara 20 - 25.
Sehingga kalau menggunakan bahan hanya berbentuk jerami dengan rasio-C/N di atas 65, maka walaupun CH4 dan CO2 akan terbentuk, perbandingan CH4 : CO2 = 65 : 35 tidak akan tercapai.

Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 : 55 atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka lain yang kurang dari yang sudah ditentukan, maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi.
Juga sebaliknya kalau bahan yang digunakan berbentuk kotoran kandang, semisal dari kotoran kambing dengan rasio C/N sekira 8, maka produksi biogas akan mempunyai bandingan antara CH4 dan CO2 seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang terlalu tinggi.

Dengan nilai ini maka hasil biogasnya juga terlalu tinggi nilai bakarnya, sehingga mungkin akan membahayakan pengguna.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi proses terbentuknya biogas, karena ini merupakan proses biologis yang memerlukan persyaratan hidup tertentu, seperti juga manusia.

2. Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan, juga seperti rasio C/N harus tepat.

Jika hasil biogas diharapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, maka bahan yang digunakan berbentuk kotoran kambing kering dicampur dengan sisa-sisa rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering, maka diperlukan penambahan air.

Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk lumpur selokan yang sudah mengandung bahan organik tinggi, semisal dari bekas dan sisa pemotongan hewan yang dicampur dengan sampah.
Dalam bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air tidak akan sebanyak pada bahan yang kering.
Air berperan sangat penting di dalam proses biologis pembuatan biogas.
Artinya jangan terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (kekurangan).

3. Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut "kesenangan" hidup bakteri pemroses biogas antara 27ºC - 28ºC.

Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya.
Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih lama.

4. Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2.

Dalam kotoran kandang, lumpur selokan ataupun sampah dan jerami, serta bahan-bahan buangan lainnya, banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan tersebut didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil uraiannya belum tentu menjadi CH4 yang diharapkan serta mempunyai kemampuan sebagai bahan bakar.

Maka untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau mikroba pembuat biogas (umumnya disebut bakteri metan), sebaiknya digunakan starter, yaitu bahan atau substrat yang di dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung mikroba metan sesuai yang dibutuhkan.

5. Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses.

Dalam hal pembuatan biogas maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam bejana pembuat.
Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan terbentuk.
Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup rapat.

Masih ada beberapa persyaratan lain yang diperlukan agar hasil biogas sesuai dengan persyaratan.
Tetapi kelima syarat tersebut sudah merupakan syarat dasar agar proses pembuatan biogas berjalan sebagaimana mestinya.


Penggunaan

Biogas seperti pula gas lain yang sudah umum digunakan sebagai energi, dapat digunakan untuk banyak kepentingan, terutama untuk kepentingan penerangan dan memasak.
Masalahnya sekarang karena lampu atau kompor yang sudah umum dan biasa dipergunakan untuk gas lain selain biogas tidak cocok untuk pemakaian biogas, sebelumnya memerlukan perubahan atau penyesuaian tertentu terlebih dahulu.
Hal ini berkaitan karena bentuk dan sifat biogas berbeda dengan bentuk dan sifat gas lain yang sudah umum.

Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) ITB misalnya, telah sejak lama membuat lampu atau kompor yang dapat menggunakan biogas, yang asalnya dari lampu petromak atau kompor yang sudah ada.
Perubahan dan penyesuaian dari lampu petromak atau kompor gas biasa yang dapat menggunakan biogas didasarkan kepada pertimbangan keselamatan dan penggunaan.

Seperti misalnya sifat biogas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangat cepat menyala.
Karenanya kalau lampu atau kompor mempunyai kebocoran, akan sulit diketahui secepatnya.
Berbeda dengan sifat gas lainnya, sepeti gas-kota atau elpiji, maka karena berbau akan cepat dapat diketahui kalau terjadi kebocoran pada alat yang digunakan.

Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan masalah tersendiri.
Artinya dari segi keselamatan pengguna. Sehingga tempat pembuatan atau penampungan biogas harus selalu berada jauh dari sumber api yang kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya besar.

Kompor biogas yang telah disusun dan diujicoba PTP ITB tersusun dari rangka, pembakar, spuyer, cincin penjepit spuyer dan cincin pengatur udara, yang kalau sudah diatur akan mempunyai spesifikasi temperatur nyala api dapat mencapai 560 derajat C dengan warna nyala biru muda pada malam hari, dan laju pemakaian biogas 350 liter/jam, serta harganya diperkirakan antara Rp 2.500,00 sampai Rp. 3.000,00 saja (catatan tahun 1978).

Sedang lampu biogas yang juga telah diubah dan diujicoba dari lampu petromak yang terdiri dari tiang pipa dan katup pengatur jarum spuyer, tiang pipa dan nosel spuyer, pipa pencampur gas dan udara, mur penjepit reflektor, ruang pembakar, kaus, semprong (kaca pelindung berbentuk silinder) dan reflektor, ternyata mempunyai harga antara Rp 4.500,00 sampai Rp 6.000,00 saja (tahun 1973).

Bahan pembuat Biogas merupakan bahan organik berkandungan nitrogen tinggi.
Selama proses pembuatan kompos yang akan keluar dan tergunakan adalah unsur-unsur C, H, dan O dalam bentuk CH4 dan CO2.
Karenanya nitrogen yang ada akan tetap bertahan dalam sisa bahan, kelak menjadi sumber pupuk organik.



Semoga Bermanfaat..

No comments:

Post a Comment